Thursday, January 25, 2007

Johan Wahyudi, Pebulu Tangkis Internasional Asli Malang

Jawa Pos, Radar Malang

Ogah Jadi Pelatih, Pilih Bisnis Kayu Sulawesi
Johan Wahyudi adalah mantan pebulutangkis internasional yang mengharumkan Indonesia tahun 1971-1981. Enam kali juara All England ganda putra dia sabet. Kini, di sela-sela menekuni bisnis kayu, olahragawan asli Malang ini berangan-angan punya GOR yang bisa menelurkan bibit-bibit pebulu tangkis nasional.

Yosi Arbianto, MALANG
---

Perum Wilis Indah E-6 Kota Malang. Siang kemarin, Johan mengaku sedang tidak enak badan. "Masuk angin kayaknya. Abis tenis pagi tadi, badan rasanya kok kurang enak," kata Johan seraya mempersilakan wartawan koran ini duduk di sofanya.

"Saya sekarang tiap pagi tenis. Kalau berhenti, badan rasanya pegal-pegal. Sambil jaga jantung juga," sambung Johan sambil menunjuk dada kirinya.

Johan berupaya menjaga kondisi jantungnya agar tetap sehat. Sebab Tjun Tjun, pasangan mainnya merebut enam kali juara bulu tangkis All England, sekarang sedang sakit jantung.

Berkaus putih dan bercelana pendek, badan Johan masih terlihat atletis. Tidak kurus dan juga tidak terlalu gemuk. Otot-otot betisnya masih terlihat kencang. Di usia 54 tahun, jalannya juga masih tegap. Yang berbeda, kini dia memakai kacamata minus.

"Saya bersyukur ya, di usia 54, tidak pernah sakit macam-macam. Paling-paling cuma masuk angin. Mulai pukul 06.00-07.30, saya selalu tenis. Kadang juga main bulu tangkis," kata bapak berputra empat ini.

Sebagai mantan peraih juara dunia bulu tangkis (IBF) 1972, di Malang Johan sudah mengurangi kegiatan yang berhubungan dengan tepuk bulu. Bulu tangkis dilakukannya hanya ketika dia kepingin. Menjadi pelatih juga tidak dia lakukan.

Hanya saja, dia sering ngobrol dengan Icuk Sugiarto (mantan pebulu tangkis nasional), Ketua PB PBSI Sutiyoso, dan rekan-rekan sesama pebulu tangkis seputar kondisi terkini bulu tangkis nasional. Dia secara pribadi juga sering menyumbang saran untuk kebaikan bulu tangkis nasional.

"Membina PBSI Kota Malang saya tidak lakukan. Ya karena saya tidak kenal dengan pengurus sekarang," ungkap olahragawan kelahiran 10 Februari 1953 ini.

Selain olahraga hanya untuk menjaga stamina tubuhnya, Johan sekarang sibuk dengan bisnis kayunya. Dia berdagang kayu dari wilayah Sulawesi untuk dijual ke beberapa tempat. "Sekarang saya usaha kayu. Itu juga, saya banyak dibohongi orang. Ya memang kita ini bukan orang dagang," kata suami Evisianawati ini sambil tertawa.

Bercerita tentang prestasi bulu tangkis yang bisa diraih, Johan boleh dikatakan luar biasa. Di zamannya, dia adalah salah satu pahlawan olahraga yang mengharumkan bangsa. Berpasangan dengan Tjun Tjun, dia berhasil mengawali prestasi internasional dengan merebut juara dunia IBF tahun 1972. Kemudian, selama enam tahun dia menyabet juara All England. Yakni tahun 1974, 1975, 1977, 1978, 1979, dan terakhir 1980.

"Wah rasanya bangga. Motivasinya kalau itu pokoknya membela negara. Merah putih harus jaya," kata Johan yang dahulu tinggal di sebuah rumah di gang Madiun, seputar Klenteng Eng An Kiong.

Sementara, juara bulu tangkis Thomas Cup ganda putra juga berhasil dipegangnya tiga tahun. Yakni tahun 1973, 1976, dan 1979. Sedangkan ganda putra Asean Games Teheran disabetnya tahun 1974. Kemudian Sea Games 1976 juga direbutnya. "Kejuaraan lainnya di Swedia dan Kuala Lumpur kami selalu menang. Banyak kalau kejuaraan yang lain," kata Johan.

Johan-Tjun bukannya tidak pernah kalah. Dalam kejuaraan All England 1973, dia bisa dikalahkan Christian Hadinata dari Indonesia. Dalam kejuaraan yang sama tahun 1976, dia juga dikalahkan pasangan Swedia di semifinal. Dan kekalahan paling mutlak, dia gagal memecahkan rekor dunia All England tahun 1981 karena kalah dari pasangan Herianto-Hartono.

Johan mengakui, modal yang dia miliki kala itu untuk menekuni dunia bulu tangkis adalah modal nekad. Hidup dalam keluarga pas-pasan, Johan kecil sudah dididik ayahnya, Mangku Prayitno, menjadi orang sportif. Karena ayahnya suka olahraga, Johan kecil terbawa untuk ikut berolahraga tiap pagi. "Saya dahulu setiap pagi lari mengitari alun-alun tugu. Bisa empat sampai lima kali," kata Johan.

Menginjak SMP, sekitar tahun 1965, dia mulai menekuni bulu tangkis. Tempat berlatihnya adalah sebuah lapangan milik kepolisian di Jl Kelud. "Ya saya main sama anak-anaknya polisi di Jl Kelud. Klubnya kalau tidak salah Gajahputih," ungkap Johan.

Naik ke bangku SMA, Johan memilih sekolah di SMA Petra Surabaya. Di sinilah karir Johan dimulai. Sekitar tahun 1968, dia dilirik salah seorang pelatih bulu tangkis dari klub Rajawali. Dia kemudian digembleng untuk dikirim ke pelatnas. Saat di Rajawali, dia bertemu dengan Rudi Hartono.

"Januari 1971, saya mulai masuk pelatnas. Mei 1971, saya sudah ikut kejuaraan dunia bulu tangkis di Singapura tapi kalah," katanya.

Menanggapi kondisi bulu tangkis sekarang, Johan melihat bibit-bibit pebulu tangkis kurang unggul. Dia melihat pembinaan sudah bagus. Masalah dana, sebenarnya juga relatif baik. "Pemainnya yang saat ini kurang bagus. Kalau saya lihat, kurang disiplin," katanya.

Johan sebenarnya punya keinginan ikut membina dan membangun bulu tangkis nasional. Hanya saja, dia tidak memiliki sarana dan sokongan dana. Dia mengaku bisa berupaya mencarikan bibit-bibit bagus. Dia juga bersedia melatih tanpa dibayar untuk kemajuan bulu tangkis nasional.

"Tetapi ya itu tadi, siapa yang mau memberikan sponsor saat ini. Soalnya bibit pebulu tangkis yang bagus kebanyakan orang yang tidak mampu. Sulit untuk mereka membiayai sendiri," katanya Johan.

Johan ingin mempunyai sebuah GOR bulu tangkis. Ketika nanti ada sponsor, dia mencoba mencari bibit yang akan dia gembleng. Dia yakin, dengan metode dan pengalaman yang dia punyai, bibit muda yang dia akan ciptakan bisa kembali mengharumkan nama bangsa. (*)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home