Wednesday, January 10, 2007

Empat Mahasiswa Unibraw Terpilih sebagai Duta Misi Perdamaian Dunia

Radar Malang, Sabtu 6 Januari 2007

Kupas Teroris, Janji Bawa Misi Budaya Bangsa
Pertengahan Februari mendatang, empat mahasiswa Unibraw akan terbang ke Wales, Inggris, mengikuti serangkaian kegiatan yang digelar Daniel Braden Reconsiliation. Bersama delegasi negara-negara Asia dan Eropa lainnya, mereka akan membahas isu terorisme yang kini sedang mendunia. Bagaimana persiapan mereka?

Neny Fitrin, Malang
---

Ekstra sibuk. Itulah yang mewarnai kehidupan empat mahasiswa Unibraw setelah terpilih mewakili Indonesia dalam misi perdamaian dunia yang dihelat Daniel Braden Reconsiliation. Daniel Braden Reconsiliation adalah sebuah lembaga yang mengusung misi perdamaian dunia di bawah Yayasan Encompass.

Daniel Braden Reconsiliation sendiri merupakan salah satu nama yang diambil dari korban bom Bali 2002 lalu. Sehingga, tak heran jika diskusi yang akan digelar di sana fokus pada persoalan terorisme. Selain Indonesia, beberapa negara lain yang terlibat dalam ajang itu di antaranya Amerika Serikat dan Palestina.

Berbicara soal kesibukan menjelang kepergian ini, mereka benar-benar tampak sibuk. Bahkan, di tengah kesibukan jadwal kuliah, Aulia Akbar (Teknik Sipil 2004), Tantri W. (Sastra Inggris 2006), Rizaldy Iskandar (Teknik Sipil 2002), dan Imam Afandi (Statistik 2005), berusaha tetap kompak mempersiapkan diri sebelum terbang ke negari Ratu Elizabeth itu.

"Kami menilai ini bukan hal sederhana. Karena kami menjadi duta Indonesia yang mengembangkan misi khusus. Yakni, misi perdamaian dunia dan yang agak berat, selama di Wales semua kegiatan dikemas dalam kegiatan outbond," ungkap Aulia.

Tak heran jika waktu yang tersisa satu bulan terakhir ini mereka gunakan dengan sangat maksimal. Training outbond dan persiapan fisik kini menjadi menjadi menu utama mereka. Selain itu, mereka juga selalu terlibat dalam latihan diskusi yang mengupas tentang isu terorisme yang selama ini terjadi di berbagai kawasan dunia. Tentu saja, bukan hanya isu teroris saja yang akan dikupas, sebab masih banyak hal lain yang akan mewarnai pertemuan delegasi-delegasi perdamaian dunia itu. Salah satunya masalah kebudayaan. "Meski berat, ini adalah kesempatan kami untuk mendengar langsung suara dunia tentang fenomena terorisme yang selama ini terjadi di dunia," kata mahasiswa semester V itu.

Apalagi, sebelum terjaring dalam empat besar ini, mereka harus melalui proses rekruitmen yang dibentang dalam lima tahapan. Tahap awal, mereka harus mengumpulkan esai tentang kontroversi kedatangan Bush ke Indonesia dan invasi Amerika ke Iraq. Esai terpilih diumumkan 7 Desember 2006 lalu.

Dari hasil esai itu pula akhirnya terjaring 20 orang yang berhak untuk mengikuti tahap selanjutnya, yakni interview, presentasi budaya, dan fisik. Dari tahapan ini pun, 20 peserta yang terseleksi tadi diambil lagi menjadi 8 orang. Terakhir, 8 orang terpilih tersebut kemudian di-interview oleh perwakilan dari Encompass Indonesia yang kemudian menyisakan 4 orang peserta dan berhak berangkat ke Wales. "Interview tersebut dilakukan 26 Desember 2006 lalu, pada hari itu juga kami mendapatkan SMS terpilih tidaknya," tambah Tantri.

Apalagi, yang menjadi penilian utama adalah kemampuan bahasa Inggris serta wawasan dan kemampuan berpendapat. Selain itu, Yayasan Encompass juga menilai dari segi personalitas dan kemampuan analisis. Tim penilai outbond berasal dari alumni outbond dan dosen Sastra Inggris Unibraw. Salah satu penilai, adalah Febri Satria Hutama, mahasiswa Unibraw yang juga wakil Indonesia di ajang ini tahun lalu.

Dalam penilaian ini, keempatnya dites mengungkapkan pendapat mereka pada kasus yang berhubungan dengan konflik Timur Tengah. "Penilaian itu ditujukan untuk mendapat gambaran orang Indonesia, jadi mereka harus mampu untuk mempertahankan pendapatnya," tegas Tantri.

Peserta yang mengambil sikap netral biasanya malah akan cepat terdepak. Pasalnya, selama berada di sana, nantinya mereka akan banyak dihadapkan pada persoalan-persoalan dunia. Selain outbond kegiatan yang akan sering dilakukan adalah diskusi.

Meski telah terpilih, hingga kemarin, Aulia sendiri mengungkapkan belum percaya jika terpilih sebagai delegasi Indonesia. Apalagi, tahun sebelumnya dia juga pernah ikut seleksi tapi gagal pada salah satu sesi. "Selain persiapan fisik dan pengetahuan, kami juga sedang menyelesaikan persiapan administrasi, dalam hal ini pengurusan paspor dan visa," tandas mahasiswa asal Banjarmasin itu.

Pada angkatan kelima ini, mereka mengemban tugas khusus. Yakni, diwajibkan untuk mengumpulkan foto yang menggambarkan keadaan negara dan kehidupan keluarga di Indonesia. Hasil foto tersebut kemudian akan dilelang. "Kami sangat berharap, lewat momen berharga ini, dunia akan tahu bagaimana sebenarnya pendapat mereka tentang terorisme yang selama ini selalu menjadi bahan diskusi hangat karena efeknya sangat merugikan dunia," pungkasnya. (*)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home