Monday, January 08, 2007

Kondisi Pasar Tradisional di Bawah Standar Kelayakan

Radar Malang, Jumat 5 Januari 2007

MALANG - Rasa nyaman hampir tak bisa didapati masyarakat Kota Malang saat berbelanja di pasar-pasar tradisional. Apalagi jika masyarakat berbelanja di enam pasar tradisional yang masuk kategori di bawah standar kelayakan.

Rata-rata, pasar yang tidak layak itu sangat buruk kondisinya. Kebersihan memprihatinkan, bau busuk menyengat ke mana-mana. Praktis, masyarakat yang menginjakkan kaki di pasar tersebut dipaksa tutup hidung rapat-rapat. Keamanannya juga membuat membuat masyarakat waswas.

Anggota Komisi C DPRD Kota Malang Mohan Katelu mengatakan, hampir semua pasar di Kota Malang bisa dikatakan tidak layak kebersihannya. Namun, pasar yang paling parah kondisi kebersihannya adalah Pasar Kebalen, Pasar Induk Gadang, Pasar Mergan, Pasar Lesanpuro, dan Pasar Blimbing.

Selain itu, penataannya juga semrawut sehingga menimbulkan kesan kumuh. "Itu karena pedagang berjualan di luar pasar. Sedangkan pasarnya sendiri tidak digunakan. Hal tersebut bisa kita lihat di Pasar Kebalen dan Pasar Induk Gadang," ucap Mohan.

Selain itu, tingkat keamanan dan banyaknya preman di pasar-pasar tersebut menyebabkan masyarakat, baik pedagang atau pembeli menjadi resah. Termasuk juga tingkat kemacetan yang cukup tinggi untuk menuju ke pasar tersebut.

Politisi PAN tersebut menambahkan, satu pasar lainnya yang dianggap tidak layak tersebut adalah Pasar Comboran. Sebab, pasar tersebut mempunyai bentuk bangunan fisik yang memadai. "Hanya saja, pasar tersebut termasuk pasar mati. Karena pedagangnya sedikit dan tidak ada pembeli. Karena itu, Pasar Comboran tidak layak dikatakan sebagai pasar, sebab terlalu sepi," tandasnya.

Banyaknya pasar yang tidak layak tersebut diakui Kepala Dinas Pasar Kota Malang Mardioko. Ia menjelaskan, pasar-pasar di bawah standar tersebut, keadaannya atau kondisinya berada di bawah pasar-pasar tradisional lainnya. "Pasar Kebalen atau Pasar Induk Gadang sudah tidak sesuai dengan standar Kota Malang," kata Koko, panggilan akrab Mardioko.

Ketidaklayakan pasar tersebut, membuat kuantitas pedagang berkurang. Dengan berkurangnya jumlah pedagang otomatis kuantitas dan kualitas transaksi juga mengalami kekurangan. Ironisnya lagi, ketidaklayakan pasar tradisional tersebut dibarengi dengan menjamurnya minimarket.

Apalagi, keberadaan minimarket tersebut sangat berdekatan dengan pasar tradisional. Ia mencontohkan Pasar Dinoyo saat ini sedang diapit dua minimarket yang mempunyai jaringan nasional. Begitupula dengan pasar-pasar lainnya.

Dua faktor itulah yang membuat pasar tradisional semakin tahun mengalami penyusutan pedagang. "Penyusutan pedagang sudah mulai terasa. Namun, data pastinya saya masih belum tahu, nanti kami akan melakukan pendataan," tambahnya.

Diterangkannya, selama dua tahun ini, dirinya sebagai kepala dinas pasar sering mendapatkan keluhan dari pedagang pasar tentang banyaknya minimarket yang berdekatan dengan pasar tradisional. Menurutnya, kondisi yang dihadapi pedagang pasar tradisional Kota Malang ini tidak jauh berbeda dengan pedagang pasar tradisional yang ada di kota-kota lainnya.

Mantan kepala Bawasda ini menyebutkan, minimarket mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan pasar tradisional, yakni tingkat kebersihan dan kenyamannya serta harga-harganya lebih murah jika dibandingkan dengan pasar tradisional. "Hanya saja, pasar tradisional mempunyai pangsa pasar sendiri, yakni masyarakat yang ingin saling berinteraksi. Sebab, di pasar tradisional bisa terjadi saling tawar-menawar," sambungnya.

Untuk memulihkan pasar tradisional, dinas pasar saat ini sedang fokus pada peningkatan sarana dan prasarana, terutama dalam meningkatkan kebersihan. (fir)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home