Monday, October 30, 2006

Merekam Jejak Sukses Tokoh-Tokoh Malang Raya

Jawa Pos - Radar Malang, Jumat 27 Oktober 2006

Pegang Filosofi Totalitas dalam Hidup
Berkat tangan dingin Manajer Arema Ir Satrija Budi Wibawa selama tiga musim terakhir membuahkan pretasi manis di kancah sepakbola nasional. Apa cita-cita dan obsesinya dalam membawa Arema ke depan?

ABDUL MUNTHOLIB, Malang
---

TOTALITAS. Itulah kunci hidup yang selalu dijadikan pedoman oleh Manajer Arema Satrija Budi Wibawa. Pria yang selama hampir empat tahun berada di balik sukses Arema ini tidak ingin setengah-setengah dalam setiap kariernya. Termasuk ketika ditunjuk menjadi pemegang kebijakan di Singo Edan sejak 29 Januari 2003. Sejak terjadinya akuisisi PS Arema dari pemilik lama ke PT Bentoel Prima Tbk itu, Satrija seolah masuk dalam dunia yang serbabaru.

Berangkat dari dunia wartawan ekonomi, beralih menuju dunia usaha sebagai coorporate communication PT Bentoel Prima, langsung ditunjuk mengendalikan organisasi sepak bola. Padahal jelas-jelas manajemen sepak bola dengan manajemen perusahaan bagai air dan minyak. Sulit untuk menemukan titik temu. Apalagi semua karier yang ditekuni pria kelahiran Blitar, 24 Maret 1966 ini, juga jauh dari back ground pendidikan yang dienyam: Fakultas Perikanan Unibraw.

"Makanya saya selalu menganggap, sejak mengendalikan Arema di Liga IX itulah sekolah pertama saya di dunia sepak bola," aku Satrija ditemui di rumahnya.

Berangkat dari filosofi totalitas hidup, Satrija memberanikan diri terjun ke dunia yang tidak pernah disangka sebelumnya. Tentunya tidak mudah di awal kerjanya di Arema. Ada banyak keraguan yang datang dari semua pihak baik internal maupun eksternal tim. Cibiran, kritikan, cemoohan pun selalu menjadi penghias hidpunya saat itu.

Ia sadar, merupakan sebuah konsekuensi jika memegang tim sebesar Arema akan memiliki tekanan yang sangat besar pula. Tapi semua itu mampu ia hadapi secara perlahan-lahan. Karena antisipasi terhadap tekanan paling berat pun sudah disiapkan jauh-jauh hari. Yakni, dengan menaklukkan lebih dulu tekanan dari diri sendiri yang berupa perasaan takut, merasa tidak mampu, merasa kurang percaya diri.

Dari keberhasilan menaklukkan tekanan diri sendiri ini, secara otomatis melahirkan adrenalin yang mampu merangsang untuk berkreasi dan berjuang dengan penuh semangat. "Kalau diri sendiri sudah nyaman dengan tekanan internal, baru kita tularkan pada keluarga dulu. Sehingga keluarga bisa siap menerima apa yang kita kerjakan dengan segala konsekuensinya," jelas ayah dari tiga putra ini.

Bermodal semua itu, Satrija berani menerima penunjukan sebagai pengendali utama tim Arema saat itu. Bayangkan saja, kondisi tim di Liga IX serbakacau. Mental pemain kacau, prestasi kacau. Segala daya upaya dilakukan untuk lepas dari jeratan degradasi gagal menuai hasil. "Karena saat itu kami masih manajemen baru, semua kami tabrak saja. Tapi perjuangan berdarah-darah kami tetap saja gagal, Arema harus deegradasi ke divisi I. Tapi dari situ ada banyak pelajaran yang luar biasa yang kami petik," kenang Satrija.

"Kami akhirnya tahu bagaimana menghadapi pemain. Melakukan beribu cara untuk mengantisispasi ketidakpastian di dunia sepakbola," imbuh pria yang akrab dipanggil SBW ini.

Pada prinsipnya, SBW selalu berkeyakinan, jika setiap pekerjaan, apapun pekerjaan itu harus dijalani secara total dan sepenuh hati. Karena dengan totalitas itu, beragam tantangan dan ancaman akan pasti bisa dihadapi secara maksimal. "Pendek kata, totalitas adalah sebuah keharusan dalam hidup ketika menentukan sebuah prioritas," kata dia. (*)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home