Monday, October 30, 2006

MENABUR KASIH, MENUAI DAMAI

Jawa Pos - Radar Malang, Senin 30 Oktober 2006

Oleh: Imam Kabul
Jelang tutup tahun 2006 ini, warna merah darah ternyata masih membasahi bumi pertiwi. Di beberapa daerah masih ada saja peristiwa memilukan yang bertemakan "bellum omnium contra omnes" (kelompok satu melawan atau berperang dengan kelompok lain) atau penghilangan nyawa orang lain, yang bukan hanya mengakibatkan rasa pilu dan duka mendalam, tetapi potensial menyulut kerusuhan sosial.

Di antara kita masih juga belum sukses mewujudkan makna persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), karena kita masih gampang memperlakukan orang lain sebagai sasaran untuk dikorbankan. Kita belum sukses menghadirkan iklim damai bagi sesama, dan sebaliknya kita masih sering terlibat dalam anarki atau tindakan kekerasan yang mengakibatkan orang lain menjadi korban dan tumbal.

Kenapa di sejumlah ayat maupun hadits disebutkan bahwa orang muslim yang satu dengan lainnya itu bersaudara? Salah satu alasannya, karena di dalam diri manusia (muslim) ini juga punya kecondongan untuk berselisih jalan dan paham dengan sesamanya, tapi di sini lain juga ada potensi untuk menyatukan kepentingannya dalam hubungan persaudaraan, sehingga ketika terjadi pertikaian atau friksi, maka mereka berkeinginan pula untuk melakukan ishlah atau rekonsiliasi.

Sayangnya, persoalan rekonsiliasi di antara orang dan kelompok yang berbeda ini bukan pekerjaaan yang gampang, mengingat ada juga orang-orang atau kelompok orang yang punya kepentingan besar, ada interes tertentu, yang kemudian menghambat atau mengganjal terjadinya dan terwujudnya rekonsliasi.

Hasrat untuk hidup damai dikalahkan oleh praktik-praktik pemaksaan kehendak, kebencian yang disalurkan, dendam yang diwujudkan, dan fitnah-fitnah yang dikobarkan. Akibatnya, tidak sedikit anggota masyarakat yang terus menerus terlibat friksi, pertikaian, dan bentrok fisik yang mengakibatkan darah tumpah. Kemarahan dibiarkan menjadi bahasa perbuatan yang menelan korban di mana-mana. Ikatan persaudaraan direlakan terputus dan lepas akibat interes individu dan golongan yang dikedepankan.

Untuk membaca realitas itu marilah kita perhatikan firman Allah yang terdapat dalam surat Al Hujuraat ayat 10: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka ciptakanlah kerukunan dan jalinlah rasa persaudaraan diantara kalian dan bertaqwalah kepada Allah, niscaya kalian akan mendapat limpahan rahmatNya.

Dari ayat tersebut kita mendapatkan pelajaran bahwa rahmat Allah itu akan diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa kepadaNya, dan orang yang suka menjalin tali persaudaraan, saling mengasihi, serta suka menciptakan kerukunan diantara sesama manusia. Sebaliknya orang yang suka menebarkan kebencian dan permusuhan akan terputus dari rahmat Allah.

Makna terputus dari rahmat Allah berarti jauh dari kedamaian. Jauh dari kedamaian berarti hidup dalam kebencian, permusuhan, atau setidak-tidaknya gagal menikmati atmosfir keharmonisan. Sebaliknya siapa yang sibuk menabur kasih, berarti akan menuai banyak kerahmatan dalam hidupnya.

Logis jika ajaran agama menuntut kita supaya kita berusaha maksimal mengerahkan kemampuan untuk menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki rasa kasih sayang kepada sesama, selalu mengupayakan kedamaian di tengah-tengah masyarakat, serta mengedepankan rasa persaudaraan dalam berbagai aktivitas kehidupan. Bukan sekadar perdamaian yang direkayasa, atau sikap persaudaraan yang pura-pura, namun rasa bersaudara yang benar-benar keluar dari ketulusan atau kebeningan hati nurani kita, karena hal itulah yang dapat mendatangkan limpahan rahmat Allah SWT.

Rasa kebencian, rasa dendam dan permusuhan serta segala tindakan yang berakibat kerusakan di muka bumi, tidak akan mendatangkan kedamaian. Suasana damai hanya bisa dibangun oleh manusia yang hatinya bersih dan suka menabur kasih di antara sesama manusia.

Berkaitan dengan rasa kasih sayang itu, menarik kita cermati sabda Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Hakim mengingatkan kita "kasihilah siapa dan apa saja yang ada di bumi, niscaya (Allah dan MalaikatNya) yang ada di langit akan mengasihi kalian."

Hadits tersebut memberi pelajaran kepada kita, bahwa kita diperintahkan menghidupkan dan memarakkan jiwa kasih, karena dari jiwa kasih ini, bangunan kehidupan kemasyarakatan akan diwarnai oleh keberkahan (kesejahteraan dan kedamaian).

Sekarang, idealnya setiap pelaku sosial, politik, agama, dan segenap segmen bangsa yang berseberangan jalan dan kepentingan untuk menyatukan dan mensucikan bangunan kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan ini, sehingga mereka bisa menyatukan langkah guna memakmurkan dan mendamaikan republik ini.

Suasana damai akan tetap menjadi barang mahal dan langka di negeri ini, jika setiap anggota masyarakat belum juga menyadari, kalau berbagai bentuk perilakunya yang suka menyakiti dan meneteskan darah sesama adalah penghancur dan penguburnya. Suasana damai membutukan manusia-manusia yang kuat mengendalikan emosi dan giat beramal kebajikan. (*)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home