Monday, September 25, 2006

TEKAD BAJA AREMANIA

SEKALI lagi Aremania membuktikan dirinya sebagai suporter terbaik di Indonesia yang menolak anarkisme. Tidak hanya kreatif dengan atraksi-atraksinya di lapangan, Aremania juga menanggapi ulah Bonek di stadion Gelora 10 Nopember Surabaya dengan dewasa dan menyerahkan persoalan tersebut kepada yang berwenang.

Sulit saya bayangkan bagaimana seandainya Aremania menanggapi anarkisme Bonek dengan cara yang sama. Dengan jumlah Aremania yang jauh lebih besar Bonek bukan apa-apa. Namun sekali lagi, Aremania bukan tipikal suporter yang cinta kekerasan. Aremania adalah suporter yang menempatkan kreatifitas diatas segala-galanya. Saya belum pernah melihat Aremania secara kolektif melakukan kerusuhan di lapangan seperti yang dilakukan Bonek pada Tim Arema beberapa hari lalu. Jika sebelumnya Persebaya diperlakukan secara baik-baik oleh Aremania sewaktu bertandang ke Malang, yang terjadi pada Arema di Surabaya malah sebaliknya. Ibarat pepatah, air susu dibalas dengan air tuba.

Sekarang rakyat Indonesia sudah mengetahui apa yang terjadi. Hukuman yang paling berat dalam hidup ini adalah hukuman publik. Saya yakin Bonek semakin tidak simpati di mata masyarakat.

Keberadaan suporter Aremania ikut membuat populer nama Malang Raya di pentas olah raga nasional. Secara obyektif, kreatifitas dan partisipasi mereka terhadap klub kesayangannya adalah merupakan yang terbaik di Indonesia. Siporter Persija, Jackmania, memang sangat besar jumlahnya. Tetapi pada tingkatan kreatifitas belum bisa menyamai Aremania. Militansi Bonek Surabaya terhadap klubnya mungkin bisa saja setara dengan Aremania akan tetapi militansi mereka lebih banyak diarahkan pada hal-hal yang negatif dan merugikan dirinya sendiri. Cinta pada klub merupakan sesuatu yang penting tetapi kalau wujudnya adalah anarkisme maka akan menghancurkan karir dan reputasi klubnya sendiri.

Sejak menjuarai Copa tahun lalu, Arema semakin diincar oleh pesaing-pesaingnya. Kadang-kadang para lawannya menggunakan segala cara untuk menghadang langkah Arema. Untung saja Arema bisa melewati fase berat itu meskipun beberapa korban berjatuhan. Hanya beberapa hari setelah intimidasi Bonek di Surabaya, di Medan juga terjadi anarkisme suporter yang menghancurkan kaca bus pemain sehingga kiper Arema mengalami luka serius. Kasus seperti ini bukanlah yang pertama yang menimpa Arema dan Aremania. Setahun yang lalupun ratusan Aremania dikejar-kejar oleh oknum suporter Persija sesaat setelah Final Copa berakhir. Saya heran kenapa hal-hal buruk seperti itu bisa terjadi sementara ketika di Malang mereka diperlakukan dengan baik-baik.
Kesabaran Aremania untuk tidak melakukan upaya balas dendam merupakan sesuatu yang patut diteladani.

Dendam bukanlah kebiasaan Aremania. Tetapi sebagai manusia kesabaran itu ada batas juga. Penindasan yang terus-menerus bisa memicu permusuhan dan ini tidak baik bagi kelangsungan sepakbola nasional yang ditonton langsung oleh masyarakat. Sebagai pecinta sepakbola saya selalu berharap anarkisme yang menimpa Aremania ini berakhir. Kedewasaan Aremania jangan lagi diprovokasi dengan tindakan mereka yang tidak bertanggung jawab. Saya yakin dan percaya Aremania tidak akan pernah terpancing.

Pernyataan yang dapat saya sampaikan sekarang, Aremania tetaplah menjadi suporter yang paling militan dan kreatif di Indonesia. Kedewasaan sikap mereka patut dicontoh oleh suporter manapun. Semoga berbagai cobaan yang menimpa Arema membuka mata para penegak hukum dan kita semua bahwa masih banyak problem non teknis dalam dunia sepakbola yang perlu dibenahi. Jaminan keamanan terbaik harus menjadi prioritas dalam sebuah pertandingan. Dan unsur penunjang keamanan yang dimaksud adalah kesadaran para suporter.

Salam satu jiwa buat Arema dan Aremania. Maju terus dan hadapilah setiap kerikil-kerikil tajam yang mengganggumu dengan tekad baja. Jagalah selalu reputasimu sebagai suporter terbaik yang menolak anarkisme di seluruh bumi Nusantara.

Oleh:Drs.Peni Suparto,MAP
Walikota Malang

0 Comments:

Post a Comment

<< Home