Saturday, September 23, 2006

Sejarah Malang

Malang sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, letak goegrafis kota Malang 70 57" lintang selatan dan 1120 37" bujur timur, dengan ketinggian + 505 meter di atas permukaan air laut. Keadaan topografi kota berbukit-bukit , dengan distribusi kemiringan yang berbeda antara kawasan satu dengan kawasan lainnya. Malang mempunyai iklim tropis lembab dengan curah hujan yang relatif tinggi, dan suhu yang cukup dingin. Dalam wilayah kota Malang terdapat beberapa aliran sungai seperti; Sungai Brantas, Sungai Bangau, Sungai Amprong, dan Sungai Metro yang membelah kota Malang menjadi beberapa kawasan kota.

Kondisi topografi yang demikian sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan kota. Perkembangan kota Malang relatif sangat pesat, hal ini dapat ditelusuri dari perkembangan pola pemanfaatan ruang kota Malang. Stadia perkembangan kota Malang dapat dilihat dari data penggunaan ruang kota sebagai berikut; tahun 1887 luas area terbangun belum dapat ditentukan luasnya, tahun 1914 pada tahun ini kota malang ditetapkan sebagai Stadsgemeente (Kotapraja), mempunyai luas area terbangun 1503 Ha; Pada tahun 1934 luas area terbangun 1882 Ha; dan tahun 1938 masih dengan luas yang sama yakni 1882 Ha.

Perkembangan kota Malang tidak terlepas pasang-surut perkembangan kehidupan sosial-budaya, ekonomi, dan politik yang melatar belakanginya. Dari catatan sejarah kota Malang (50-tahun kotapraja Malang), disebutkan bahwa di Malang pernah ada kerajaan Kanjuruhan pada abad ke-VIII , hal ini diketahui dari diketemukannya prasasti Dinoyo yang berangka tahun 682 caka (Nayana Vasurasa). pengaruh- pengaruh kerajaan besar di Jawa seperti Madjapahit dan Mataram juga memberikan peran dalam perkembangan Kota Malang.

Sebelum pemerintahan Belanda masuk kota Malang (1767) , Malang dipimpin oleh Adipati Moloyo Kusumo. Setelah Belanda menguasi Malang, kemudian mendirikan pertahanan di sekitar kali Brantas yang selanjutnya mulai membangun Loge (lodji) sebagai tempat tinggal orang Balanda, sehingga daerah tersebut dikenal dengan nama "Klodjen", dari kata "Kalodjian".

Secara kronologis pendudukan pemerintahan kolonial Belanda di Malang dapat diuraikan sebagai berikut ( 50 Th Kotapraja Malang, 1964,h-14):
1767 Kompeni menduduki Malang.
1821 Kedudukan Pemerintah Belanda dipusatkan di sebelah Kali Brantas.
1824 Malang mempunyai Asisten Residen.
1882 dibangun "Loji" perumahan belanda.
1914 Malang ditetapkan sebagai Kotapraja (stadsgemeente).
1918 Pembentukan dewan kota.
1919 Burgemeester pertama dilantik.
1930 Perubahan desa menjadi dinas pemerintahan lingkungan.
1931 Wethouder dibentuk (3 orang).
1938 Jumlah Wethouder ditambah 1 orang (4 orang).
7 Maret 1942 Kekuasaan Belanda di Kotapraja Malang berakhir.

Pada awal pendudukan Belanda, masyarakat Eropa (Belanda) pada waktu itu masih tinggal di dalam benteng demi pertimbangan keamanan. Dengan semakin berkembangnya daerah Malang serta makin kuatnya kekuasaan Balanda di Malang maka pada tahun 1824 Malang memiliki Asisten Residen, hal ini berdampak semakin menyempitnya kekuasaan Bupati (adipati).

Mulai 1 April 1914 Malang ditetapkan menjadi Kotapradja dengan residen J.C Hoffman. Tujuan utama penetapan kotapradja Malang adalah menjamin tempat kehidupan yang baik, sehat dan menarik bagi masyarakat Eropa (Belanda), sehingga praktis semua kebijaksanaan pengembangan kota ditujukan bagi kepentingan masyarakat Belanda. Memang perkembangan kota Malang menjadi pesat (lihat analisa stadia perkembangan) perkembangan ini juga berdampak pada pertambahan penduduk Malang, sebagai gambaran pada tahun 1914 penduduk Malang 46.500 (pribumi : 40.000, Asing Asia : 4.000, Eropa : 2.500 orang), pada tahun 1942 penduduk Malang mencapai 22.014 ( pribumi: 178.257, Asia: 24.372, Eropa: 9.385 mengalami penurunan dari 13.869 pada tahun 1940).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home